Senin, 03 Desember 2012

sebuah tulisan terakhir untuk psikologi perempuan

Tulisan ini merupakan tulisan terakhir saya untuk kelas Psikologi Perempuan. Saya akan membahas dua buah fenomena yang merupakan bentuk kekerasan lain yang sering dialami oleh wanita yaitu trafficking (perdagangan manusia) dan kekerasan yang dialami oleh wanita di panti werdha.

Pertama, saya akan membahas mengenai fenomena trafficking. Saat membahas fenomena ini, saya teringat dengan naskah pementasan teater SMA saya yang berjudul "SINGKAWANG" (teraSING di KotA WAnita terbilANG). Pementasan ini bercerita tentang kehidupan sekumpulan anak muda di kota Singkawang yang mayoritas ditinggali oleh etnis Cina. Kisah ini dimulai ketika salah satu wanita berasal dari kota tersebut "dinikahkan" dengan pria dari Taiwan pada usia yang sangat muda. Selanjutnya, pementasan bercerita tentang kehidupan sehari-hari teman-teman wanita yang "dinikahkan" tersebut. Selain itu, pementasan juga bercerita tentang orang-orang yang berkecimpung dalam bisnis "pernikahan" tersebut. Cerita bergulir dan akhirnya menyebabkan tragedi di kota tersebut.

Kenyataannya memang kota Singkawang menjadi salah satu pemasok wanita untuk "dinikahkan" dengan pria dari Taiwan. Alasan utama mengapa fenomena ini terus terjadi adalah faktor kemiskinan. Kemiskinan yang melanda kota Singkawang menyebabkan banyak warga tidak mampu untuk berpikir panjang untuk segera menjual anak perempuannya kepada pria Taiwan. Minimnya pembangunan di daerah tersebut membatasi lapangan kerja dan korupsi yang menguasai daerah tersebut memperlancar praktik seperti ini. Pada pementasan teater digambarkan bahwa kepala desa ternyata bekerja sama dengan orang yang melakukan bisnis penjualan manusia tersebut.

Faktor persamaan etnis yaitu sama-sama beretnis Cina bisa juga memperkuat keinginan warga untuk menjual anaknya. Orangtua menganggap karena pria Taiwan tersebut beretnis Cina maka akan memperlakukan dengan baik anak perempuannya yang juga beretnis Cina, walaupun tidak demikian. Memang ada wanita yang beruntung mendapatkan suami yang baik saat tiba di Taiwan. Akan tetapi, tidak sedikit pula wanita yang "dinikahkan" tersebut malah mengalami kekerasan rumah tangga dan berusaha keras untuk kembali ke kampung halamannya. Secara umum, fenomena trafficking banyak mempunyai efek negatif. Hal ini juga serupa dengan pengiriman TKI secara gelap ke negara-negara yang membutuhkan pembantu rumah tangga. Tidak sedikit kita melihat TKI yang mengalami penyiksaan secara sadis dari majikannya. Namun, sekali lagi kita tidak dapat mengatakan bahwa tidak ada TKI yang memperoleh kesuksesan setelah bekerja di luar negeri. Kita dapat melihat dari penggambaran di atas bahwa fenomena trafficking memiliki banyak sekali bentuk mulai dengan "pernikahan" paksa, pengiriman TKI illegal, dan masih banyak bentuk lainnya.

Penulis menilai bahwa human trafficking adalah fenomena yang tidak dapat didiamkan begitu saja oleh pemerintah. Bisa saja korban human trafficking dipekerjakan sebagai pelacur, pembantu rumah tangga, pekerja di bawah umur, dan lain-lain. Korban juga direngut kebebasannya oleh para pelaku human trafficking. Penulis melihat bahwa hal yang paling mengerikan dari fenomena ini adalah manusia diperlakukan sebagai barang, bukan sebagai individu yang mempunyai kehendak. Bagi penulis, perdagangan manusia menunjukkan sisi tergelap manusia yaitu manusia memakan manusia lainnya.

Fenomena kedua yang saya akan bahas adalah penelantaran yang dialami oleh wanita di panti werdha. Salah satu bentuk kekerasan yang tidak memiliki efek fisik secara langsung adalah penelantaran. Hal ini sering dialami oleh kakek dan nenek yang tinggal di panti werdha. Penelantaran dimulai oleh para anak dari kakek dan nenek tersebut karena merasa kerepotan mengurus orangtuanya. Hal ini menyebabkan mereka memutuskan untuk mengirim orangtua mereka ke panti werdha. Lalu, perlahan-lahan mereka akan lebih jarang mengunjungi orangtua mereka. Bagi penulis, hal ini merupakan suatu fenomena yang cukup menyedihkan.

Penelantaran ini memiliki efek yang sangat buruk bagi kakek nenek tersebut secara psikologis tentunya. Rasa sakit hati, sedih, kecewa, putus asa, rendah diri, dan perasaan negatif lainnya bercampur menjadi satu dalam diri mereka. Selain itu, berdasarkan pengalaman yang diceritakan oleh Ci Tasya, banyak kakek nenek yang tinggal di panti werdha mengalami kekerasan oleh para pegawainya. Faktor minimnya bayaran dan pelatihan menyebabkan kakek dan nenek yang tinggal di panti werdha mengalami penderitaan. Mereka sering diperas oleh pegawai panti werdha tersebut. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula, merupakan peribahasa yang paling mengungkapkan fenomena ini.

Melihat fenomena-fenomena seperti ini sebagai seorang mahasiswa psikologi, penulis merasa harus memberikan sumbangan bagi perbaikan panti werdha seperti ini. Peningkatan pelatihan bagi pegawai dan bayaran yang lebih pantas bisa meminimalisir kekerasan seperti ini. Selain itu, tidak kalah penting edukasi terhadap anak-anak dewasa yang merasa kerepotan mengurus orangtuanya. Sering kali karena perasaan kesal sederhana, misalnya karena orangtua terlalu bawel, dapat mendorong anak untuk menelantarkan orangtuanya di panti werdha. Tentu edukasi menjadi sangat penting dan usaha untuk saling memahami antara anak dewasa dan orangtuanya sangat dibutuhkan.

Kedua fenomena di atas adalah fenomena yang dapat dicegah, tetapi dibutuhkan sekali usaha bersama untuk mencegahnya. Pada akhirnya, penulis berharap melalui tulisan ini masyarakat dapat lebih menyadari bahwa banyak fenomena mengerikan seperti ini di sekitar mereka. Tentu dibutuhkan bantuan nyata untuk korban-korban human trafficking dan khususnya bagi korban kekerasan di panti werdha. Pemberian support bagi kakek dan nenek di panti werdha sangat penting sekali untuk diberikan.

Akhir kata, semoga melalui tulisan ini kita disadarkan bahwa ternyata dibalik segala sesuatu mungkin saja tersimpan sesuatu hal yang tidak kita sadari sebelumnya.

Sabtu, 24 November 2012

air mata wanita

Tulisan saya kali ini memiliki judul yang sedikit dramatis yang secara khusus didedikasikan kepada para korban kekerasan rumah tangga yang mayoritas wanita dan anak-anak.

Kasus kekerasan dalam rumah tangga sangat banyak di Indonesia dimulai dari pemukulan terhadap istri, anak laki-laki yang membakar hidup-hidup ibunya sendiri, pembantu rumah tangga yang disiram air panas oleh majikannya, anak perempuan yang dilecehkan oleh pamannya sendiri, dan masih banyak kasus lainnya.

Penulis menilai bahwa salah satu faktor terbesar mengapa korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan karena perempuan secara kekuatan fisik jauh lebih lemah daripada laki-laki. Para korban selain itu juga memiliki kekuasaan yang jauh lebih terbatas dibandingkan pelakunya, hal ini sangat terlihat pada kasus penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga oleh majikannya sendiri. Hal ini sungguh memprihatinkan memang.

Penulis juga mengamati bahwa faktor lain maraknya kasus ini adalah anggapan bahwa perempuan merupakan kepunyaan pria. Anak perempuan merupakan kepunyaan ayahnya. Istri merupakan kepunyaan suaminya. Pembantu rumah tangga adalah kepunyaan majikannya. Pandangan ini membuat orang-orang yang memiliki "kekuasaan" tersebut kadang-kadang bertindak sewenang-wenang.

Kasus kekerasan pada wanita adalah suatu fenomena yang tidak bisa didiamkan begitu saja. Akan tetapi, pengungkapan kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu hal yang sangat sulit sekali dilakukan karena dianggap suatu aib keluarga. Tentu sangat sulit sekali bagi korban pemerkosaan incest untuk mengungkap secara jujur kejahatan yang dialaminya.

Namun, penulis menilai bahwa seiring kemajuan zaman dan pendidikan yang semakin baik terlihat bahwa wanita mampu untuk menuntut hak-haknya. Penulis pernah membaca di sebuah koran yang mengungkapkan bahwa pengajuan cerai di Jakarta akhir-akhir ini lebih banyak dilakukan oleh wanita. Akan tetapi, sekali lagi perlu diingat bahwa masih banyak sekali kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di luar kota Jakarta.

Menurut penulis, adanya keberanian dan sensitivitas di lingkungan tetangga sekitar sangat penting dalam mengungkapkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Faktor rasa sungkan sering menjadi penghalang utama untuk mengungkapkan kasus-kasus seperti ini. Hal ini menyebabkan banyak tetangga korban yang mendiamkan keberadaan kasus ini hingga korban sudah dalam keadaan sangat parah.

Perempuan yang menjadi korban kekerasan harus secepat mungkin keluar dari rumah tempat tinggalnya untuk mengungsi di tempat yang lebih aman. Kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu lingkaran setan yang harus segera diputus karena akan makin lama semakin parah.

Simpulannya kekerasan rumah tangga adalah suatu fenomena yang nyata yang harus dihentikan secepatnya. Bantuan masyarakat sekitar korban kekerasan sangat penting. Rasa sungkan jangan sampai menyebabkan korban berada dalam keadaan yang semakin parah. Pada zaman modern ini, wanita, bahkan yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, harus semakin mandiri dan mempunyai penghasilan tambahan. Meskipun tidak menjadi korban kekerasan, wanita yang mempunyai penghasilan tambahan tentu memiliki kelebihan tersendiri.

Pada akhir tulisan ini, penulis hanya memiliki satu pesan sudah cukup air mata wanita tertumpah. Jangan sampai bertambah korban kekerasan rumah tangga.

Minggu, 18 November 2012

mengapa kamu mau "dibodohin" iklan?

Judul tulisan yang cukup mengejutkan bukan? Namun, itu adalah hal yang penulis rasakan saat memulai menulis tulisan ini. Penulis merasa bahwa orang-orang dengan gangguan psikologis seperti di atas adalah orang-orang yang *maaf* tolol. Penulis sebagai seorang yang cukup sering menonton televisi cukup terheran-heran melihat munculnya gangguan makan seperti anorexia dan bulimia nervosa di dunia ini. Penulis sangat heran melihat body image seseorang dipengaruhi oleh iklan-iklan di televisi. Akan tetapi, setelah merenungkan beberapa saat ternyata memang benar bahwa paparan dari televisi secara perlahan-lahan mengubah standar kecantikan yang penulis bayangkan. Misalnya, bukan bermaksud rasis, tetapi penulis sulit sekali melihat bahwa wanita yang berkulit gelap sebagai wanita yang cantik, kecuali beberapa artis seperti Beyonce Knowles dan Rihanna.

Ya, memang benar iklan telah mengubah banyak sekali aspek kehidupan manusia.

Tentu pemikiran seperti ini berada dalam pemikiran banyak wanita, khususnya standar kelangsingan. Paparan iklan mengenai wanita yang harus kurus untuk mendapatkan kebahagiaan mempengaruhi pandangan wanita tersebut. Selanjutnya, wanita tersebut diet yang kurang tepat, yaitu tidak makan sama sekali, untuk menurunkan berat badannya. Diet berlangsung terus menerus sehingga wanita yang tidak makan berhari-hari akhirnya mulai terbiasa untuk tidak makan. Hal ini terus menerus berlanjut dan berujung kepada gangguan makan anorexia nervosa. Suatu hal yang memprihatinkan memang.

Penulis menyadari bahwa standar kecantikan yang ditanamkan oleh iklan sulit sekali untuk dilepaskan begitu saja. Selain itu, standar kecantikan yang ditampilkan oleh iklan tidak 100 persen salah karena wanita yang terlalu gendut dapat mengalami masalah kesehatan juga. Namun, kadang-kadang penggambaran wanita dalam iklan cukup berlebihan. Tentu penggambaran yang masuk akal juga dibutuhkan.

Saat mengerjakan tugas Psikologi Perempuan, penulis tidak sengaja menemukan suatu artikel jurnal yang membahas mengenai perjuangan para feminis untuk menghilangkan iklan-iklan seperti ini. Namun, seorang feminis bernama Naomi Wolf beranggapan bahwa ketika suatu ideologi yang menguatkan diri wanita muncul di permukaan. Beberapa saat kemudian, menurut Naomi Wolf, akan muncul ideologi lain yang merendahkan diri wanita.

Secara tidak langsung, Naomi Wolf mendukung pandangan feminis radikal bahwa untuk menghilangkan ketidakseimbangan antara pria dan wanita hal yang harus dilakukan adalah wanita harus menjajah pria. Akan tetapi, penulis tetap bertanya-tanya apakah harus benar-benar dilakukan penjajahan?

Akhir dari tulisan ini, penulis yakin bahwa suatu hari nanti mungkin saja terjadi perubahan-perubahan di dunia ini mengenai pencitraan wanita. Akan tetapi, perubahan seperti apa yang terjadi tidak ada yang akan tahu.

Jumat, 09 November 2012

sedikit kisah dari majalah wanita

Kanker payudara salah satu penyakit paling mematikan bagi wanita, bahkan lebih mematikan lagi pria. Sama seperti kanker-kanker lainnya, kanker payudara sering menjadi tanda lonceng kematian bagi seorang wanita. Akan tetapi, dengan kemajuan zaman, kanker tentu memiliki kemungkinan yang sangat tinggi untuk sembuh jika dideteksi sedini mungkin. Salah satu teknik untuk mendeteksi kanker adalah dengan melakukan pemijatan di daerah payudara wanita. Jika terasa benjolan-benjolan yang mencurigakan, maka dapat dipertimbangkan untuk mengunjungi dokter. Selain itu, pemeriksaan USG secara periodik juga bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang mengkhawatirkan. Bagi pria, penyakit ini lebih sulit untuk dideteksi, namun jika memang terjadi benjolan yang sudah sangat mengkhawatirkan sebaiknya secepat mungkin ke dokter.

Penulis selanjutnya akan menjelaskan mengenai salah satu cerita yang penulis peroleh melalui sebuah majalah wanita (saya lupa majalah apa) mengenai perjuangan seorang wanita menghadapi kanker payudara pada stadium yang berbahaya. Wanita tersebut pada awalnya menemukan benjolan kecil pada daerah payudaranya. Setelah menemukan benjolan tersebut, wanita tersebut segera memeriksakan dirinya ke dokter. Wanita tersebut sangat terkejut kita mengetahui bahwa kanker tersebut sudah mencapai stadium yang berbahaya. Selanjutnya, wanita tersebut terpaksa harus menghadapi proses masektomi untuk mengatasi kanker tersebut.

Setelah menghadapi masektomi, wanita tersebut mengalami depresi. Menurutnya, dia merasa kehilangan salah satu bagian terpenting dalam hidupnya. Tak lama kemudian, wanita tersebut melakukan operasi rekonstruksi payudara. Selanjutnya, dia menikah dengan tunangannya dan mempunyai anak laki-laki.

Cerita di atas merupakan cerita singkat yang penulis mampu ingat. Tentu terdapat dinamika emosional yang dialami wanita tersebut saat hendak menjalani proses masektomi. Akan tetapi, penulis tidak dapat terlalu mengingat mengenai secara detail mengenai dinamika emosional. Secara garis besar, penulis menangkap bahwa proses masektomi memiliki dampak yang tidak kecil bagi wanita. Payudara, yang dianggap sebagai bagian yang memperindah bentuk tubuh wanita dan sumber makanan untuk keturunannya, terpaksa dirusak demi kesembuhan dari kanker payudara.

Rekonstruksi payudara menjadi salah satu alternatif mengenai masalah ini. Akan tetapi, setiap prosedur operasi lainnya, seorang wanita harus benar-benar memahami setiap kelebihan dan kelemahannya. Salah satu kelemahannya adalah rekonstruksi payudara tersebut tidak akan menghasilkan payudara yang benar-benar sama persis dengan payudara yang sesungguhnya. Namun, jika wanita tersebut memahami kelebihan dan kekurangan ini, maka kepuasan yang dialami oleh wanita tersebut akan semakin lebih terasa.

Kesimpulan yang penulis tangkap adalah payudara salah satu bagian yang sangat penting bagi wanita. Setiap wanita tentu berusaha untuk mempertahankan bagian ini. Masektomi yang dilakukan untuk mengatasi kanker payudara tentu memiliki dampak psikologis bagi wanita tersebut. Dukungan sosial menurut penulis sangat penting untuk mengatasi hal ini. Selain itu, jika memang terasa sangat berat, maka rekonstruksi payudara dapat dilakukan. Namun, tetap diingat bahwa payudara yang terbentuk bukanlah payudara sesungguhnya.

Tentu di masa depan nanti diharapkan tidak perlu lagi prosedur masektomi untuk mengatasi kanker payudara. Tetapi, sekali lagi butuh kerja keras dunia kedokteran dan medis untuk mengatasi kanker payudara.





salam hangat,



penulis

Kamis, 01 November 2012

makan saja kok repot?

Gangguan makan merupakan gangguan psikologis yang mungkin paling banyak dibahas saat ini, terdapat dua gangguan yang paling sering dibahas yaitu anorexia dan bulimia nervosa. Kedua gangguan ini dapat mempunyai dampak yang besar bagi penderitanya, khususnya anorexia nervosa, yang dapat menyebabkan malnutrisi berujung kematian.

Gangguan makan sendiri sangat terkait dengan citra tubuh yang terdistorsi yang dialami oleh penderitanya. Penderita kedua gangguan ini merasa bahwa mereka gendut ketika tubuh mereka sebenarnya mungkin saja tidak bermasalah. Mereka tetap berkeinginan untuk semakin kurus di saat tubuh mereka sebenarnya terlalu kurus. Hal ini lebih terlihat pada penderita anorexia nervosa.

Pada sisi lainnya, penderita bulimia nervosa mengalami depresi pada usahanya untuk menurunkan berat badannya. Mereka makan banyak dan pada saat yang bersamaan melakukan olahraga berlebihan serta berusaha untuk memuntahkan makanan mereka, kadang-kadang mereka menggunakan obat pencahar secara berlebihan. Dengan keadaan berat badan yang naik turun dan keinginan untuk menjadi kurus tentu akan membuat mereka mengalami depresi. Tenggorokan mereka bisa saja rusak karena memuntahkan makanan secara terus menerus. Kedua gangguan makan tersebut sangat berbahaya karena dapat menyebabkan efek negatif terhadap tubuh penderitanya.

Gangguan makan lain yang menjadi perhatian banyak ilmuwan saat ini yaitu binge eating disorder. Penderita gangguan makan ini akan berusaha untuk makan terus menerus, bahkan dalam jumlah yang besar. Mereka akan makan ketika mereka merasa sedih. Kegiatan makan menjadi pelarian mereka untuk mengatasi masalah mereka. Binge eating disorder terkait erat dengan obesitas, meskipun belum tentu penderita gangguan makan tersebut. Obesitas terkait dengan banyak sekali penyakit berbahaya seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan lain-lain. Sama seperti gangguan makan lainnya, gangguan ini harus ditangani lebih lanjut.

Gangguan makan apa pun harus menjadi perhatian kita saat ini, kita tidak dapat mendiamkan gangguan-gangguan ini. Bantuan profesional harus dilakukan ketika gangguan makan semakin parah. Penulis menyimpulkan bahwa kegiatan makan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan pada satu sisi terlalu banyak makan bukanlah hal yang baik, sisi lainnya terlalu sedikit bukanlah hal yang baik pula. Makanlah secukupnya dan cintailah tubuh kita apa adanya.





salam hangat,


penulis

setelah kelahiran...

Baby blues adalah suatu depresi yang sifatnya sementara dan cenderung lebih ringan yang terjadi setelah kehamilan. Beberapa faktor yang terlihat menjadi faktor utama kemunculan gangguan ini yaitu faktor neurotransmitter di otak dan kelahiran anak yang pertama. Kelahiran anak pertama bisa saja merupakan suatu fenomena yang membahagiakan bagi banyak ibu. Namun, di sisi lain terdapat suatu ketakutan tersendiri yang dialami oleh para ibu yaitu bagaimana mereka mengasuh anak mereka. Hal ini bisa saja menyebabkan depresi tersendiri karena para ibu kebingungan untuk menghadapi tantangan baru ini.

Jika baby blues tidak ditangani, maka dapat menyebabkan postpartum depression (atau depresi setelah melahirkan). Gangguan psikologis ini tentu lebih berbahaya dibandingan dengan baby blues. Depresi ini mempunyai dampak yang besar terhadap kehidupan ibu tersebut, misalnya ibu tersebut sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti sulit makan. Bahkan, depresi tersebut dapat menyebabkan ibu tersebut untuk bunuh diri atau yang lebih mengerikan lagi, ibu tersebut bisa saja membunuh anaknya sendiri ketika depresi semakin parah.

Ibu yang mengalami baby blues harus mendapat dukungan dari keluarga, misalnya bantuan untuk mengurus kegiatan rumah tangga. Ibu tersebut diberikan waktu untuk menyendiri dan kadang-kadang harus diberikan support baik dari suami maupun orangtua, saudara-saudari, atau teman-temannya. Kelekatan ibu dan anak tetap dibangun, tetapi tetap pengasuhan anak harus dilakukan oleh suami dibantu dengan orangtua dan saudara-saudarinya. Jika gejala-gejala depresi semakin parah, maka dibutuhkan bantuan ahli.

Penulis menilai bahwa postpartum depression dapat dicegah selama gejala masih ringan, hal yang paling penting adalah dukungan dari keluarga. Ibu tersebut harus tahu bahwa mengasuh anak merupakan hal yang berat, tetapi akan ada orang-orang di sekitar yang akan membantu ibu tersebut jika mengalami kesulitan. Ibu tersebut harus tahu bahwa dia dicintai oleh keluarga dan teman-temannya.





salam hangat,


penulis

Rabu, 31 Oktober 2012

wanita harus tahu!

Lupus? Istilah ini biasanya dikaitkan dengan tokoh utama novel remaja yang menjadi salah satu novel bestseller bertahun-tahun lalu. Saat ini, istilah ini lebih dikaitkan dengan penyakit berbahaya yang mengancam masyarakat kita, khususnya kaum hawa. Penyakit yang terkait dengan antibodi manusia menjadi perhatian masyarakat saat ini karena dapat menyebabkan kematian.

Beberapa tahun lalu, penulis tidak mengetahui keberadaan penyakit ini. Penulis pertama kali mengetahui keberadaan penyakit ini pada saat berada di tingkat SMA. Pada saat itu, penulis senang sekali pergi ke perpustakaan umum yang berada di dekatnya untuk membaca majalah. Penulis kebetulan membaca sebuah majalah gaya hidup wanita (kalau tidak salah Femina) yang membahas tentang penyakit tersebut di saat penyakit itu masih tidak diketahui oleh masyarakat luas. Penyakit ini mungkin dibahas majalah tersebut karena penyakit itu masih suatu fenomena misterius yang hanya dipahami lebih sering menyerang wanita.

Sekarang, fenomena lupus diketahui oleh masyarakat luas bahkan mulai diwaspadai kaum hawa. Akan tetapi, hingga saat ini masih belum diketahui secara menyeluruh mengenai penyakit ini.

Penulis pertama kali memahami hal apa yang dialami oleh penderita lupus melalui kegiatan gereja yaitu kegiatan retreat. Salah satu teman penulis beserta dengan ayah dan ibunya membagi pengalamannya bagaimana keluarganya menghadapi penyakit lupus yang diderita ibunya. Penulis merasa terharu mendengar cerita tersebut. Penyakit tersebut dimulai dengan rasa mudah lelah yang dialami oleh ibu teman penulis. Hal ini berlanjut dengan perawatan rumah sakit.

Ayah teman penulis terpaksa harus menjual berbagai barang untuk membayar pengobatan lupus. Lalu, ibu teman penulis sangat sulit untuk tidur tanpa kulit pisang karena rasa sakit di kulitnya yang terkelupas. Selain itu, hal-hal yang harus dihadapi oleh keluarga teman penulis setelah ibunya mulai sembuh dari penyakit lupusnya, seperti masalah ekonomi, emosi, dan lain-lain.

Dari cerita tersebut penulis merasa bahwa penyakit lupus dapat memunculkan berbagai macam dinamika psikologis di suatu keluarga. Hal yang paling penting yang penulis tangkap dari cerita tersebut adalah dukungan keluarga. Dukungan keluarga dapat mengurangi rasa sakit, baik fisik maupun emosional, yang dialami oleh penderita lupus. Selain itu, penulis sangat kagum dengan teman penulis mampu untuk mengasihi ibunya, walaupun kulit ibunya keriput karena efek negatif dari penyakit lupus.

Penyakit lain yang juga banyak dibicarakan masyarakat saat ini adalah kanker serviks. Penulis mendengar pertama kali kata kanker serviks melalui infotainment di televisi. Eva Celia, yang merupakan artis sekaligus putri Sophia Latjuba, mengungkapkan mengenai vaksinasi kanker serviks. Dia mengungkapkan mengenai biaya mahal untuk vaksinasi tersebut. Akan tetapi, seperti kata banyak orang, lebih baik mencegah daripada mengobati.

Kanker serviks terkait dengan virus HPV (human papilloma virus) dan biasanya ditularkan melalui hubungan seks yang beresiko serta tidak menjaga kebersihan alat reproduksi. Kedua hal ini tentu juga bagian dari pencegahan kanker serviks. Vaksinasi tentu adalah hal yang baik, tetapi kita tidak boleh lupa untuk menjauhi hubungan seks yang beresiko serta menjaga kesehatan reproduksi. Selain itu, dengan melakukan kedua hal tersebut tentu kita akan menjauhi pula berbagai macam penyakit yang ditularkan melalui seks yang beresiko.

Kedua fenomena ini yaitu kanker serviks dan lupus harus diketahui oleh para wanita karena kedua hal ini lebih umum dialami oleh para wanita (khususnya kanker serviks). Jika seorang wanita mengalami suatu gejala-gejala yang mencurigakan, maka alangkah baiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Jika seorang wanita dapat melakukan pencegahan, maka akan lebih baik melakukan tindakan preventif.





salam hangat,


penulis

Jumat, 19 Oktober 2012

diskriminasi dan pelecehan seksual di dunia kerja

Diskriminasi dan pelecehan seksual merupakan fenomena-fenomena yang tidak diharapkan semua wanita yang memutuskan untuk bekerja. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki hukum yang tegas untuk melindungi hak-hak wanita di tempat kerja. Namun, demi memaksimalkan keuntungan suatu perusahaan, hak-hak wanita tersebut harus digadaikan. Misalnya, dihilangkannya cuti haid untuk wanita yang mengalami kesakitan karena haid. Jika cuti haid diberikan, maka wanita tersebut akan kehilangan gaji pada hari tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan karena wanita tersebut tentu juga tidak ingin merasa sakit karena haidnya.

Adanya perbedaan biologis antara pria dan wanita dijadikan alasan yang membenarkan diskriminasi tersebut. Bukan hal yang tepat memang, namun secara logika pemimpin perusahaan hal tersebut memang benar. Pada awalnya, saya tidak bisa memungkiri bahwa sebagai pria saya merasa iri terhadap wanita yang diberikan cuti haid dan tetap dibayar. Menurut saya, tidak sepantasnya wanita tersebut dibayar karena dia tidak bekerja sama sekali saat menrima cuti haid.

Akan tetapi, setelah berpikir lebih lanjut, tidak sepantasnya juga hal ini terjadi karena wanita tersebut juga bukannya sengaja untuk membuat haidnya terasa sakit. Sehingga, saya merasa bahwa wanita pun tetap memiliki hak untuk menerima gaji meskipun mendapatkan cuti haid. Selain itu, wanita tersebut tidak mendapatkan biaya transportasi sehingga hal ini cukup adil.

Selain diskriminasi, pelecehan seksual juga fenomen lain yang cukup nyata di dunia kerja. Banyak sekali wanita yang mengalami pelecehan seksual karena atasan yang "nakal". Namun, fenomena ini sulit sekali disingkap karena banyak wanita yang merasa malu untuk mengungkapkan pelecehan tersebut. Mereka juga merasa takut jika tidak dipercaya menjadi korban atasannya yang "nakal". Hal ini menyebabkan fenomena ini menjadi sangat-sangat tersembunyi.

Pada akhirnya, kedua fenomena ini yaitu diskriminasi dan pelecehan seksual sama-sama merupakan sebuah fenomena yang tersembunyi. Walaupun ada yang berani yang melaporkan kepada pihak berwajib, sering kali wanita tersebut tidak dipercaya atau karena faktor suap-menyuap di ranah hukum Indonesia menyebabkan perusahaan tersebut yang dianggap benar. Sehingga, menurut saya, hal yang terbaik dilakukan adalah melaporkan kasus ini kepada LSM lalu bersama-sama dengan LSM mengadukan kasus ini kepada pihak berwajib. Dengan adanya dukungan orang banyak diharapkan bukti-bukti menjadi lebih kuat. Namun, kita tetap harus menyadari bahwa hal ini masih sangat sulit dilakukan karena di Indonesia hak-hak perempuan masih sangat dibatasi, meskipun adanya kemajuan zaman.




salam hangat,


penulis

Minggu, 14 Oktober 2012

Hubungan Seksual antara Psikolog dan Klien (Tugas Kode Etik Psikologi)


BAB I
LATAR BELAKANG

Hubungan antara psikolog dan klien merupakan aspek penting dalam proses konseling dan psikoterapi. Menurut Morrison-Valfre (2009), kemampuan klien untuk mempercayai orang lain sangat penting dalam terapi. Hal ini menyebabkan umumnya setiap tindakan terapeutik bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan. Akan tetapi, kadang-kadang kepercayaan yang terbangun antara psikolog dan klien yang memiliki tujuan positif dapat menjadi masalah. Hal ini terjadi ketika seorang psikolog melangkah terlalu jauh sehingga menyebabkan hubungan profesional menjadi hubungan seksual.
Sudah banyak pemberitaan, yang muncul di media cetak dan elektronik, mengenai psikolog klinis yang berhubungan seksual dengan kliennya. BBC News (2000) memberitakan bahwa seorang psikolog, yang sudah menikah, berhubungan seksual dengan klien wanitanya yang datang dengan tujuan untuk melakukan konseling. Kasus ini menyebabkan psikolog tersebut dikeluarkan dari British Psychological Society (BPS). Psikolog yang bernama tersebut Timothy Naylor dianggap melakukan pelanggaran kode etik profesi. Menurut Patricia Hitchcock, juru bicara BPS, menjelaskan bahwa hubungan personal muncul setelah sesi terapi dan berujung pada seks tanpa proteksi. Selain itu, Naylor juga meminta wanita tersebut untuk tidak menceritakan hal ini kepada terapis sebelumnya atau orang lain. Apabila wanita tersebut menceritakan hal ini, wanita tersebut bisa saja kehilangan pekerjaan dan hak asuh anaknya.
Brazas dari Lawyers.com (n.d.) juga memberitakan kasus serupa yaitu seorang psikolog asal Tampa, Florida, lisensinya dicabut setelah terbukti melakukan hubungan seksual dengan seorang kliennya. Selain itu, psikolog tersebut meminta perusahaan asuransi kliennya untuk membayar sejumlah 1.400 dollar Amerika untuk konsultasi “khusus” yang ternyata adalah pertemuan seksual psikolog dengan kliennya. Penahanan lisensi psikolog tersebut segera dilakukan setelah insiden itu diketahui. Psikolog tersebut memulai konseling dengan seorang wanita dan suaminya. Setelah perceraian wanita tersebut dengan suaminya, wanita tersebut kembali menemui psikolog tersebut untuk terapi. Tak lama kemudian, hubungan seksual antara psikolog dan wanita tersebut terjadi.
Menurut Pope (dalam Bersoff, 1999), dual relationship (hubungan majemuk) dalam psikoterapi terjadi ketika seorang terapis berada dalam suatu hubungan signifikan yang berbeda dengan kliennya. Umumnya hubungan yang terbentuk karena faktor sosial, finansial, atau profesional. Hubungan majemuk terkadang terjadi dalam bentuk hubungan seksual yang dianggap penting. Hubungan seksual antara terapis dan kliennya dianggap dapat menghangatkan hubungan, meningkatkan sense-of-acceptance, mengembangkan pandangan seksualitas yang lebih sehat, memulihkan klien dari disfungsi seksual karena trauma, dan alasan-alasan lainnya.
Hubungan seksual dikhawatirkan merupakan bentuk eksploitasi kekuasaan antara psikolog terhadap kliennya. Durasi psikoterapi yang lama merupakan salah satu faktor terjadinya eksploitasi kekuasaan (Gottlieb dalam Bersoff, 1999). Selain itu, tidak ada studi yang membuktikan efek positif hubungan majemuk tersebut (Pope dalam Bersoff, 1999). Akan tetapi, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap terapis (termasuk di dalamnya psikolog) menunjukkan bahwa sebanyak 4 persen terapis di Inggris melakukan hubungan seksual dengan kliennya saat proses terapi atau sesudahnya (Garrett, 1998). Selanjutnya, sebanyak 22,7 persen terapis melaporkan pernah menangani kasus klien yang melakukan hubungan seksual dengan terapis sebelumnya. Survei ini menandakan bahwa tidak sedikit psikolog yang mempercayai efek positif dari hubungan seksual antara psikolog dan kliennya. Kedua fakta ini menyebabkan fenomena ini tentu menjadi suatu perdebatan tersendiri di dunia psikologi.
Penulis berharap melalui karya tulis ini dapat menggambarkan mengenai pandangan kode etik psikologi Indonesia terhadap fenomena ini. Selanjutnya, karya tulis ini mampu memberikan saran yang sesuai degan kode etik psikologi Indonesia dalam mengatasi masalah ini. Penulis berharap karya tulis ini mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan kode etik psikologi di Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Perlindungan Klien dari Bahaya
Menurut Morrison-Valfre (2009), dalam praktik perawatan kesehatan mental, salah satu prinsip terpenting adalah klien tidak mengalami bahaya. Pemberi jasa dari berbagai latar harus bertanggung jawab untuk melindungi kliennya, tetapi bagi perawat yang bekerja untuk klien kesehatan mental, prinsip ini sangat penting. Jika prinsip ini dilupakan, maka klien yang seharusnya dilindungi akan berada dalam bahaya. Berdasarkan Pasal 13, Kode Etik Psikologi Indonesia (dalam Juneman, 2011), seorang psikolog harus melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak layanan psikologi yang diterimanya. Bahkan, penghindaran dampak buruk juga kembali ditegaskan pada Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 15.

2.2 Hubungan Majemuk
Menurut Pope (dalam Bersoff, 1999), hubungan majemuk dalam psikoterapi terjadi ketika terapis mempunyai hubungan signifikan lain yang berbeda dengan pasiennya. Umumnya hubungan tersebut bersifat sosial, finansial, atau profesional. Misalnya, psikolog dan klien merupakan atasan dan bawahan. Hubungan majemuk dapat menimbulkan suatu konflik, misalnya, ketika klien merupakan seseorang yang psikolog kenal, bisa saja klien merasa malu untuk terbuka terhadap psikolog tersebut karena takut dijauhi oleh psikolog.
Hubungan majemuk tidak dapat dihindari, namun dapat diminimalkan denggan cara selective inattention, misalnya ketika melakukan praktik, psikolog berusaha untuk tidak melihat hubungan lain antara psikolog tersebut dengan kliennya (Pope dalam Bersoff, 1999). Namun, terkadang hubungan majemuk dianggap sesuatu yang benar ketika terlihat mempunyai “efek positif”, misalnya hubungan seksual. Hubungan seksual dianggap meningkatkan kehangatan hubungan antara psikolog dengan kliennya dan meningkatkan perasaan diterima klien, meskipun sampai saat ini tidak ada penelitian atau data statistik yang signifikan yang menunjukkan efek positif hubungan tersebut. Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 16 (dalam Juneman 2011) menjelaskan bahwa hubungan majemuk sedapat mungkin dihindari jika dapat menganggu objektifitas atau memunculkan eksploitasi atau dampak negatif.

2.3 Pelecehan Seksual
Menurut Lahey (2012), pelecehan seksual adalah permintaan, komentar, atau perilaku seksual koersif lainnya. Bentuk pelecehan seksual, misalnya, pendekatan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk berhubungan seksual, sentuhan di kaki, payudara, atau paha yang tidak diinginkan, dan lain-lain. Komponen utama dalam pelecehan seksual adalah terjadi pada orang yang memiliki kekuasaan yang berbeda. Korban pelecehan seksual umumnya merasa tidak nyaman dan tenang pada pekerjaan atau sekolahnya. Bahkan, pelecehan seksual dapat menyebabkan kecemasan dan depresi.
Lahey (2012) juga menegaskan bahwa terapis tidak diperkenankan untuk memanfaatkan hubungan intens dengan klien hubungan seksual. Keintiman romantis atau seksual dengan klien merupakan hal yang terlarang, bahkan dengan mantan klien. Pelecehan seksual terhadap klien adalah suatu hal yang terlarang. Berdasarkan Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 14 (dalam Juneman, 2011), pelecehan seksual yang dilakukan oleh psikolog merupakan suatu hal yang terlarang karena dapat mengakibatkan efek negatif.

BAB III
PEMBAHASAN

Hubungan seksual antara psikolog dan klien jelas-jelas merupakan hal yang terlarang berdasarkan Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 14 (dalam Juneman, 2011). Penulis meyakini hal ini terkait dengan efek negatif yang bisa saja ditimbulkan oleh hubungan seksual. Menurut Lahey (2012), korban pelecehan seksual dapat mengalami kecemasan dan depresi. Suatu efek negatif yang tidak diharapkan terjadi setelah kegiatan psikoterapi. Hal ini terkait dengan Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 13 dan 15 (dalam Juneman, 2011), bahwa seorang psikolog harus bertanggung jawab untuk menghindarkan klien dari bahaya. Hal ini sesuai dengan pandangan Morrison-Valfre (2009) bahwa psikolog bertanggung jawab terhadap klien. Efek negatif hubungan seksual bisa saja tetap terjadi, meskipun hubungan terjadi dengan landasan “suka-sama-suka”. Seorang psikolog harus meminimalkan efek negatif, bahkan ketika kemungkinannya sangat kecil. Penulis juga melihat bahwa terjadi suatu bentuk “ancaman” terhadap klien di kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh psikolog Timothy Naylor di Inggris. Klien diminta untuk tidak memberitahukan hubungan seksual yang terjadi karena bisa saja klien kehilangan pekerjaan atau hak asuh anaknya. Hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 13 dan 15 (dalam Juneman, 2011), subjek bisa saja merasakan kecemasan karena kata-kata psikolog tersebut. Kecemasan timbul karena klien tersebut merasa takut akan efek negatif bocornya rahasia tersebut.
Berdasarkan pandangan Pope (dalam Bersoff, 1999), dalam hubungan seksual antara psikolog dan klien, suatu hubungan lain terbentuk yaitu antara psikolog dan teman berhubungan seks. Berdasarkan Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 16 (dalam Juneman 2011), psikolog harus menghindari hubungan majemuk yang menyebabkan munculnya ekploitasi atau efek negatif. Hubungan majemuk berupakan hubungan seksual merupakan hubungan majemuk yang dapat menimbulkan efek negatif. Berdasarkan pandangan Lahey (2012), pelecehan seksual dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, selain itu dapat mengarah kepada kecemasan dan depresi. Selain itu, pelecehan seksual dalam psikoterapi juga merupakan bentuk eksploitasi kekuasaan. Psikolog yang memiliki hubungan intens dengan kliennya sehingga menyebabkan klien percaya dengan segala tindakan psikolog. Meskipun tidak tergambar dengan jelas penyebabnya, contoh kasus yang dijelaskan di latar belakang bisa saja tidak ditimbulkan oleh perasaan “suka-sama-suka” melainkan karena bentuk eksplotasi kekuasaan.
Tidak sedikit psikolog yang menilai bahwa hubungan seksual antara psikolog dan klien memiliki efek-efek positif (Pope dalam Bersoff, 1999). Akan tetapi, menurut Pope, tidak ada penelitian dan data statistik yang signifikan yang menunjukkan bahwa hubungan seksual antara klien dan mempunyai efek positif. Hal ini juga melanggar Kode Etik Psikologi Indonesia Pasal 2 (dalam Juneman, 2011) bahwa seorang psikolog harus bertindak berdasarkan pengetahuan yang diyakini benar oleh komunitas psikologi. Jika tidak pernah ada penelitian dan data statistik yang signifikan, maka suatu pandangan atau pendapat bisa saja suatu hal yang salah. Sehingga, pandangan yang menyatakan bahwa hubungan seksual antara psikolog dan klien memiliki efek-efek positif merupakan hal yang salah karena tidak terbukti melalui penelitian. Psikolog yang melakukan hubungan seksual dengan klien secara otomatis melakukan tindakan yang tidak berdasarkan kebenaran komunitas psikologi. Hal ini bisa saja menimbulkan efek negatif, bukan efek positif karena tidak ada pernah penelitian yang dilakukan. Penulis menilai bahwa keberadaan penelitian untuk mencegah terjadinya efek negatif karena kebenaran yang salah. Selain itu, pada salah satu contoh kasus, psikolog tersebut berusaha meminta perusahaan asuransi klien membayar salah satu pertemuan seksual antara psikolog dan klien tersebut, hal ini merupakan bentuk penipuan. Berdasarkan Kode Etik Psikologi Indonesia (dalam Juneman, 2011), kode etik psikologi Indonesia tidak bertentangan dengan hukum negara Indonesia. Oleh karena itu, psikolog Indonesia tetap harus mematuhi hukum-hukum yang berlaku di Indonesia. Kasus ini tentu merupakan suatu bentuk kode etik psikologi dan juga hukum di Indonesia
Hal ini menyebabkan penulis mencapai suatu kesimpulan bahwa hubungan seksual pada psikoterapi merupakan pelanggaran kode etik psikologi Indonesia. Seorang psikolog wajib untuk melindungi kliennya dari segala ancaman, salah satunya adalah ancaman pelecehan seksual oleh psikolognya. Meskipun kemungkinan munculnya kecil, pelecehan seksual tetap tidak diperkenankan. Sekecil apapun suatu resiko, resiko tetaplah sebuah resiko sehingga lebih baik dihindari. Oleh karena itu, hubungan seksual dalam psikoterapi harus dihindari demi menjaga profesionalitas profesi psikolog.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Hubungan seksual antara psikolog dan klien merupakan suatu hubungan majemuk yang dihindari karena terbukti memiliki kemungkinan untuk menimbulkan dampak negatif terhadap klien. Seorang psikolog harus melindungi klien dari ancaman dan harus meminimalkan ancaman itu. Hal ini dilakukan dengan cara psikolog menghindari hubungan seksual dengan klien. Hubungan seksual tetap harus dihindari, meskipun hubungan terjadi karena perasaan “suka-sama-suka”. Ancaman tetap saja bisa terjadi meskipun dengan kemungkinan lebih kecil. Selain itu, hubungan seksual antara psikolog dan klien tidak didukung oleh kebenaran komunitas psikolog yang diperoleh melalui penelitian. Penulis menyimpulkan bahwa hubungan seksual antara psikolog dan klien melanggar kode etik psikologi Indonesia.

4.2 Saran
Menurut pandangan Pope (dalam Garrett, 1998), ketertarikan seksual psikolog terhadap klien tidak dapat dihindari. Namun, alangkah baiknya jika ketertarikan seksual tetap menjadi ketertarikan semata dan tidak berakhir menjadi hubungan seksual. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan serta menempatkan seorang sekretaris sebagai pengawas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, psikolog harus memiliki self-control yang baik yang diperoleh melalui pemikiran positif.
Klien disarankan untuk berpakaian dengan pantas untuk menghindari pendekatan seksual yang tidak diinginkan dari psikolog. Klien juga harus belajar untuk tegas menolak hubungan seksual. Jika psikolog mulai berperilaku mencurigakan, maka klien bisa saja memutuskan untuk berpindah ke psikolog lainnya. Namun, tidak sedikit klien yang merasa kebingungan terhadap gangguan yang dialaminya untuk merasa pasrah kepada keputusan psikolog. Jika terjadi hal seperti ini, maka eksploitasi klien oleh psikolog “nakal” akan sulit untuk dihindari.
Klien yang menjadi korban pelecehan seksual oleh psikolog harus segera melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib dan kepada HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia). Hal ini bertujuan untuk adanya tindakan lebih lanjut dari kedua organisasi tersebut. Melaporkan kasus seperti ini memang merupakan hal yang memalukan. Namun, pelaporan kasus tetap disarankan untuk dilakukan karena adanya tindakan lebih lanjut dari kedua organisasi tersebut dapat mengurangi efek negatif yang dialami oleh korban pelecehan seksual.

DAFTAR PUSTAKA

BBC News. (2000, Oktober 25). Psychologist sex case raises regulation concern. Diunduh tanggal 7 Oktober 2012 dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/ health/990637.stm
Bersoff, D.N. (1999). Ethical conflicts in psychology (2nd ed.). Washington, DC: American Psychological Association.
Brazas, S.M. (n.d.). Psychologist’s sexual misconduct may involve billing. Lawyers.com. Diunduh tanggal 7 Oktober 2012 dari http://medical-malpractice.lawyers.com/Psychologists-Sexual-Misconduct-May-Involve-Billing.html
Garrett, T. (1998). Sexual contacts between patients and psychologists. The Psychologist. Diunduh www.thepsychologist.org.uk/.../thepsychologist%5C sexual.pdf
Juneman. (2011, April 23). Kode etik psikologi Indonesia (terbaru) – HIMPSI, 2010 [Web log post]. Diunduh tanggal 7 Oktober 2012 dari http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/04/23/kode-etik-psikologi-indonesia-terbaru-himpsi-2010/
Lahey, B.B. (2012). Psychology an introduction (11th ed.). New York, NY: McGraw-Hill.
Morrison-Valfe, M. (2009). Foundations of mental health care (4th ed.). St. Louis, MS: Mosby.

Rabu, 03 Oktober 2012

mengapa psikologi perempuan?

Sejak dahulu kala banyak sekali penelitian di bidang psikologi dilakukan oleh kaum laki-laki. Banyak sekali tokoh terkenal di bidang psikologi adalah laki-laki juga, misalnya Freud, Jung, Adler, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan tentunya pada penelitian di bidang psikologi dipenuhi dengan bias pandangan laki-laki. Teori psikoanalisa ciptaan Freud pun penuh dengan bias gender, misalnya pandangan Freud mengenai penis envy.

Seiring dengan kemajuan zaman, banyak perempuan menuntut kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan menginginkan hak-hak yang sama dengan kaum laki-laki. Pada akhirnya, perempuan mulai mendapatkan hak-haknya, misalnya hak untuk menempuh pendidikan, hak dalam Pemilu, dan lain-lain. Pada zaman ini, kita melihat bahwa banyak feminist yang masih berusaha keras untuk menyetarakan peran laki-laki dan perempuan.

Kemajuan ini tentu mempengaruhi dunia psikologi yang sebelumnya sangat maskulin. Mulai bertambah peneliti perempuan dalam dunia psikologi. Penelitian-penelitian yang dihasilkan oleh perempuan-perempuan tersebut memberi warna baru dalam dunia psikologi. Warna baru tersebut memunculkan adanya Psikologi Perempuan dalam dunia psikologi yang bahkan diakui oleh American Psychological Association. Psikologi Perempuan adalah suatu ilmu psikologi yang berusaha untuk mengurangi bias-bias gender yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya di masa lalu.

Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa Psikologi Perempuan merupakan suatu ranah yang sangat penting untuk dipelajari lebih lanjut. Sangat penting sekali menurunkan bias gender dalam dunia penelitian. Selain itu, Psikologi Perempuan berusaha untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang hanya dialami oleh perempuan, misalnya pengalaman menstruasi. Hal ini membuat Psikologi Perempuan mempunyai sumbangan besar bagi dunia psikologi.




salam hangat,


penulis

Senin, 17 September 2012

pernikahan dan perceraian

Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Ketika dua orang manusia baik itu pria dengan wanita, pria dengan pria lainnya (gay), dan wanita dengan wanita lainnya (lesbian), sama-sama bersedia untuk membagi hampir seluruh kehidupannya bersama dengan orang lain yang sebelumnya tidak dia kenal sama sekali.

Hal tersebut tentu merupakan hal yang sangat sulit sekali karena seorang manusia akan hidup bersama-sama dengan seorang manusia lainnya untuk jangka waktu yang sangat lama sekali. Pernikahan sendiri merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk diceraikan apalagi kita hidup di Indonesia yang menganggap bahwa pernikahan adalah suatu proses yang sakral. Hal ini menyebabkan terjadi suatu proses yang disebut sebagai masa pacaran (courting). Masa pacaran adalah suatu masa yang ditandai dengan usaha dua manusia untuk mengenal lebih dekat satu dengan lainnya.

Proses pacaran terjadi karena kita tidak ingin menikah (atau tinggal serumah) begitu saja dengan orang asing. Ketika kita sudah mengenal dengan orang tersebut lebih dekat, pernikahan belum tentu terjadi. Banyak sekali pertimbangan dalam suatu proses pernikahan karena konsekuensi yang diterima oleh individu tersebut saat sudah menikah. Pada intinya, ketika seseorang sudah masuk ke dalam pernikahan, individu tersebut harus bersiap dengan segala konsekuensi pernikahan yang diharapkan seminimal mungkin karena individu sudah mengenal dekat pasangannya melalui masa pacaran.

Selanjutnya, perceraian suatu proses kehidupan penting lainnya dalam kehidupan manusia. Ketika dua manusia yang dipersatukan melalui pernikahan sudah berhenti merasakan perasaan yang sama ketika memutuskan untuk menikah pada dahulu kala. Perceraian juga bukan proses yang muda karena individu yang memutuskan untuk bercerai juga harus menghadapi berbagai konsekuensi.

Salah satu konsekuensi terbesar pada perceraian adalah status yang harus disandang oleh suami istri yaitu sebagai duda dan janda. Dua status yang sama-sama tidak mudah karena akan mendapatkan banyak sekali pandangan masyarakat (meskipun menurut saya masyarakat cenderung berpandangan lebih negatif terhadap para janda). Hal ini sendiri menjadi pertimbangan tersendiri banyak orang sehingga memutuskan untuk tetap mempertahankan pernikahan meskipun sehancur apa pun.

Saya sendiri memiliki pendapat bahwa perceraian tidak perlu dilakukan, namun dapat digunakan cara lain yaitu dengan tinggal terpisah dengan pasangan. Hal ini untuk mencegah pertengkaran antar pasangan dan hal ini sangat baik untuk istri-istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Namun, ketika perceraian tetap harus dilakukan, kedua mantan suami-istri harus sama-sama menyesuaikan diri dengan kehidupan sebelum pernikahan namun terdapat tambahan yaitu status baru sebagai duda dan janda dan pada kebanyakan kasus yaitu adanya anak-anak.

Hal ini membuat penulis mencapai suatu kesimpulan bahwa pernikahan dan perceraian adalah suatu hal yang bertolak belakang. Namun, keduanya memiliki konsekuensi yang sama-sama harus dipertimbangkan oleh manusia yang memutuskan untuk menjalaninya.



salam hangat,


penulis

daya tarik suatu misteri...

Teman: "Eh cewe itu cakep banget loh, Fer!"
Saya: "Ah biasa aja lah kalo menurut gue!"

Tulisan di atas merupakan sedikit gambaran mengenai salah satu percakapan saya dengan teman dekat saya mengenai seorang wanita cantik yang sempat lewat di depan kami beberapa hari.

Daya tarik merupakan suatu misteri sejak dahulu kala. Salah satu pertanyaan terbesar dalam benak saya adalah apa yang membuat seseorang menarik. Kalau bagi saya seorang wanita dianggap menarik ketika tingginya kira-kira di atas 175 cm, yang artinya saya hanya tetarik terhadap wanita yang memiliki postur yang tinggi. Seorang teman saya di kegiatan UKM Radio UNTAR menganggap bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang "imut" dan lucu.

Hal ini membuat saya menyadari bahwa manusia memiliki standar kecantikan yang berbeda-beda. Meskipun standar kecantikan yang berbeda-beda, terdapat satu persamaan dalam standar kecantikan setiap manusia di dunia ini yaitu kita mengharapkan pasangan yang tidak "aneh-aneh" wajahnya. Tidak "aneh-aneh" wajahnya maksudnya adalah kita mengharapkan wajah pasangan kita senormal pria atau wanita lain di dunia ini. Tentu kita tidak mengharapkan tidak ada cacat apa pun pada wajah pasangan kita.

Kenyataan ini menyebabkan banyak wanita (dan beberapa pria) untuk menggunakan produk make-up dan melakukan prosedur operasi plastik. Meskipun banyak orang tidak setuju dengan prosedur kedua, saya menganggap bahwa operasi plastik merupakan berhak dilakukan semua manusia. Untuk merasa percaya diri adalah hak setiap manusia juga. Akan tetapi, operasi plastik yang berlebihan merupakan hal yang tidak dianjurkan sama sekali. Operasi plastik harus direncanakan dengan matang.

Namun, bagi saya pada akhirnya, kita tetap mengharapkan pasangan kita adalah seorang pria atau wanita yang kepribadiannya membuat kita nyaman. Ketertarikan fisik menurut pandangan saya adalah jalan pembuka awal sebelum kita mengenal pria atau wanita tersebut lebih dalam.




salam hangat,


penulis

Minggu, 09 September 2012

ibu rumah tangga? why not?

Menurut pandangan saya akhir-akhir ini terjadi fenomena yaitu kurang dihargainya ibu rumah tangga. pada saat ini. Seiring bertambahnya harga-harga sembako memang menuntut wanita untuk menjadi seorang pekerja kantoran untuk meningkatkan finansial keluarganya. Hal ini menyebabkan kadang-kadang ibu rumah tangga dianggap "malas" karena tidak meningkatkan finansial keluarga sama sekali. Padahal, mereka tetap memiliki peran vital bagi keluarganya.

Hal ini merupakan sebuah ironi ketika kita lihat pada zaman dahulu kala wanita akan dianggap membangkang suami ketika bekerja. Sekarang, saat wanita ingin kembali ke "peran lamanya", banyak sekali orang yang menganggap rendah profesi ibu rumah tangga.

Saya sering kali melihat bahwa banyak sekali feminis *cukup banyak aliran* khususnya di Amerika Serikat yang menganggap bahwa ibu rumah tangga merupakan profesi yang hina karena mereka menganggap bahwa memiliki pekerjaan kantor merupakan simbol kemandirian wanita. Mereka mengkritik habis-habisan wanita yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga.

Akan tetapi, bagi saya ibu rumah tangga juga dapat menjadi simbol kemandirian wanita. Mengapa? Karena kehadiran ibu rumah tangga tentu keluarga dapat menghemat banyak biaya, misalnya biaya pembantu rumah tangga yang akhir-akhir ini juga semakin meningkat. Selain itu, keberadaan ibu di rumah menyebabkan perkembangan anak juga benar-benar diawasi dengan baik selain itu sang ibu akan semakin dekat dengan anak-anaknya.

Namun, tetap kita harus realistis pada situasi zaman ini, ketika memang finansial keluarga kritis dibutuhkan keluarga dual-income yaitu keluarga yang suami istrinya sama-sama bekerja. Akan tetapi, kita juga harus bersyukur karena keberadaan Internet banyak sekali variasi pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah, misalnya menjual barang dagang melalui online shop.

Kemajuan zaman ini membuat profesi ibu rumah tangga menjadi sebuah profesi yang tidak dapat dianggap enteng. Ibu rumah tangga tetap mampu untuk menghasilkan uang dari rumah dan mengurus anak-anaknya, bahkan menghemat banyak sekali pengeluaran rumah tangga. Suatu keuntungan yang besar bagi suami yang mendapatkan istri seperti itu.

Jadi, kesimpulannya ibu rumah tangga? Why not?




salam hangat,


penulis

wanita dan pria itu berbeda bahkan sejak kecil

Memang tidak dapat kita sangkal bahwa sejak kecil wanita dan pria sudah dididik dan diperlakukan secara berbeda, bahkan saat masih di kandungan sekali pun. Misalnya saat membeli pakaian untuk sang calon buah hati orangtua bayi sudah menentukan warna pakaian untuk mereka.

Saat bertambah besar sedikit, anak laki-laki dan perempuan sudah diarahkan untuk memainkan permainan tertentu yaitu mainan mobil untuk anak laki-laki dan boneka untuk anak perempuan. Namun, akhir-akhir ini banyak sekali balita yang sudah dibelikan orangtuanya iPad yang sebenarnya tidak terlalu mendidik menurut saya.

Pada kesimpulannya memang wanita dan pria diarahkan ke hal-hal yang berbeda, hal ini menurut saya tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah.

Sampai tahap tertentu pengarahan perilaku feminim tetap diperlukan, tentu wanita yang terlalu tomboy merupakan suatu permasalahan tersendiri. Namun, ketika ketika pengarahan tersebut menyebabkan kebebasan seorang wanita terhambat tentu bukanlah suatu hal yang positif

Selain itu, secara fisik wanita cenderung tidak sekuat pria hal ini menurut saya menyebabkan wanita cenderung mengalami isu-isu yang berbeda dengan pria salah satunya yaitu raping.

Raping yang terjadi pada wanita saat proses perkembangan tentu akan menimbulkan efek negatif pada jangka panjang dan bila terjadi kehamilan kadang-kadang ada wanita tertentu yang tidak berpikir panjang langsung melakukan aborsi.

Bagi saya jika memang sangat terpaksa aborsi merupakan hal yang diperkenankan. Akan tetapi, jika aborsi dilakukan karena seks pranikah atas dasar "suka sama suka" bagi saya merupakan suatu hal yang tidak boleh dilakukan karena merupakan perbuatan pengecut "lempar batu sembunyi tangan"

Isu lain adalah perbedaan sistem reproduksi pria dan wanita dan fenomena menstruasi juga ikut ambil bagian dalam perkembangan wanita. Premenstrual syndrome yang dialami wanita saat masa-masa menstruasi mempunyai warna tersendiri dalam perkembangan wanita. Hal ini menyebabkan terkadang banyak hal-hal unik yang dialami oleh wanita, tidak dialami oleh pria demikian sebaliknya.

Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa perlakuan yang berbeda antara pria dan wanita tentu akan menyebabkan terjadi perbedaan atas perkembangan mereka. Selain itu, bentuk anatomi tubuh juga mempengaruhi hal tersebut. Sehingga, jelas sekali perbedaan perkembangan pria dan wanita terjadi tidak hanya karena faktor nurture, tetapi juga faktor nature.




salam hangat,


penulis